Daily Archives: Oktober 10, 2011

SEJARAH REOG

Standar

Ada lima versi cerita populer yang berkembang di masyarakat tentang asal-usul Reog dan Warok [1], namun salah satu cerita yang paling terkenal adalah cerita tentang pemberontakan Ki Ageng Kutu, seorang abdi kerajaan pada masa Bhre Kertabhumi, Raja Majapahit terakhir yang berkuasa pada abad ke-15. Ki Ageng Kutu murka akan pengaruh kuat dari pihak istri raja Majapahit yang berasal dari Cina, selain itu juga murka kepada rajanya dalam pemerintahan yang korup, ia pun melihat bahwa kekuasaan Kerajaan Majapahit akan berakhir. Ia lalu meninggalkan sang raja dan mendirikan perguruan di mana ia mengajar seni bela diri kepada anak-anak muda, ilmu kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan dengan harapan bahwa anak-anak muda ini akan menjadi bibit dari kebangkitan kerajaan Majapahit kembali. Sadar bahwa pasukannya terlalu kecil untuk melawan pasukan kerajaan maka pesan politis Ki Ageng Kutu disampaikan melalui pertunjukan seni Reog, yang merupakan “sindiran” kepada Raja Kertabhumi dan kerajaannya. Pagelaran Reog menjadi cara Ki Ageng Kutu membangun perlawanan masyarakat lokal menggunakan kepopuleran Reog. Read the rest of this entry

TARI GANDRUNG BANYUWANGI

Standar

Gandrung wanita pertama yang dikenal dalam sejarah adalah gandrung Semi, seorang anak kecil yang waktu itu masih berusia sepuluh tahun pada tahun 1895. Menurut cerita yang dipercaya, waktu itu Semi menderita penyakit yang cukup parah. Segala cara sudah dilakukan hingga ke dukun, namun Semi tak juga kunjung sembuh. Sehingga ibu Semi (Mak Midhah) bernazar seperti “Kadhung sira waras, sun dhadekaken Seblang, kadhung sing yo sing” (Bila kamu sembuh, saya jadikan kamu Seblang, kalau tidak ya tidak jadi). Ternyata, akhirnya Semi sembuh dan dijadikan seblang sekaligus memulai babak baru dengan ditarikannya gandrung oleh wanita.
Menurut catatan sejarah, gandrung pertama kalinya ditarikan oleh para lelaki yang didandani seperti perempuan dan, menurut laporan Scholte (1927), instrumen utama yang mengiringi tarian gandrung lanang ini adalah kendang. Pada saat itu, biola telah digunakan. Namun demikian, gandrung laki-laki ini lambat laun lenyap dari Banyuwangi sekitar tahun 1890an, yang diduga karena ajaran Islam melarang segala bentuk transvestisme atau berdandan seperti perempuan. Namun, tari gandrung laki-laki baru benar-benar lenyap pada tahun 1914, setelah kematian penari terakhirnya, yakni Marsan. Read the rest of this entry

TARI TOPENG MALANGAN

Standar

Tari Topeng diperkirakan muncul pada masa awal abad 20 dan berkembang luas semasa perang kemerdekaan. Tari Topeng adalah perlambang sifat manusia, karenanya tari topeng banyak model yang menggambarkan situasi yang berbeda, menangis, tertawa, sedih, malu dan sebagainya.Biasanya tari topeng pada umumnya mengisahkan cerita rakyat atau sebuah fregmentasi hikayat tentang berbagai hal terutama bercerita tentang kisah-kisah Panji. Karena dari kisah-kisah Panji maka di namakan Topeng Panji. Read the rest of this entry

SILAT THE SPIRIT OF INDONESIA

Standar

Silat sebagai budaya bangsa ini, telah mengakar sejak ratusan tahun silam. Silat telah menjadi bagian tidak terpisahkan dari usaha membangun bangsa dan Negara, melalui proses perjuangan kemerdekaan, revolusi fisik pada masanya. Silat sangat kental dengan nilai dan norma yang hidup dan berlaku di masyarakat. silat dalam konteks filosofi sangat kental dengan ajaran budi luhur yang senafas dengan kepribadian bangsa indonesia Akan tetapi, kehidupan seni budaya kian meluntur seiring dengan perubahan jaman. Silat, ekspresi budaya bangsa kini telah menjadi tamu di negeri sendiri. Bangsa ini seperti kehilangan jati dirinya. Read the rest of this entry

TARI PENDET

Standar
Tari Pendet termasuk dalam jenis tarian wali, yaitu tarian Bali yang dipentaskan khusus untuk keperluan upacara keagamaan. Tarian ini diciptakan oleh seniman tari Bali, I Nyoman Kaler, pada tahun 1970-an
yang bercerita tentang turunnya Dewi-Dewi kahyangan ke bumi. Meski tarian ini tergolong ke dalam jenis tarian wali namun berbeda dengan tarian upacara lain yang biasanya memerlukan para penari khusus dan terlatih, siapapun bisa menarikan tari Pendet, baik yang sudah terlatih maupun yang masih awam, pemangkus pria dan wanita, kaum wanita dan gadis desa. Pada dasarnya dalam tarian ini para gadis muda hanya mengikuti gerakan penari perempuan senior yang ada di depan mereka, yang mengerti tanggung jawab dalam memberikan contoh yang baik. Tidak memerlukan pelatihan intensif. Read the rest of this entry

SEJARAH BATIK SOLO

Standar

Sejarah pembatikan di Indonesia berkait erat dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di Tanah Jawa. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerjaan Solo dan Yogyakarta.
Jadi kesenian batik ini di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerjaan Majapahit dan terus berkembang kepada kerajaan dan raja-raja berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah perang dunia kesatu habis atau sekitar tahun 1920. Adapun kaitan dengan penyebaran ajaran Islam. Banyak daerah-daerah pusat perbatikan di Jawa adalah daerah-daerah santri dan kemudian Batik menjadi alat perjaungan ekonomi oleh tokoh-tokoh pedangan Muslim melawan perekonomian Belanda. Read the rest of this entry

MOVING HOMO URBIS

Standar

Koreografi MOVING (: homo urbis) mencoba untuk memberi ruang perenungan tentang kehidupan tradisional seperti nilai-nilai komunalitas yang pelan-pelan tersingkir karena modernitas, keterpinggiran dan kecepatan perubahan yang tak bisa diterka. Koreografi ini menggunakan sumber vokabuler tari klasik Jawa seperti lumaksana, capengan, kiprah dan sebagainya, serta terutama mencoba mengkontekskan gerakan akrobatik yang bersumber dari kesenian tradisional reog dan parkour sebagai sebuah ekspresi kontemporer sebagai bahasa ungkap. Karya ini mencoba menerjemahkan esensi tari sebagai gerak itself. Sebagai gerak secara harfiah, ia juga mengindikasikan elemen lain dalam tari yaitu ruang dan waktu. Ketika seseorang bergerak, berarti ia menempuh sebuah jarak, sebuah ruang yang ditempuh dalam satuan waktu (untuk mencapai tujuan tertentu). Gerak tidak hanya berada pada level vertikal dan horisontal, akan tetapi juga tak beraturan, tak simetris dalam arah, level maupun dinamikanya. Sebagai sebuah elemen penting dalam tari, gerak coba diterjemahkan dalam kerangka koreografis yang mencoba mengungkap nilai-nilai estetika sebuah seni pertunjukan. Read the rest of this entry